Kewenangan penyidikan tersebut
diatur dalam pasal 112 Undang-Undang Nomor 10 tahun 1995 yang telah diubah dan
ditambah dengan UU No 17 tahun 2006 tentang Kepabeanan dan pasal 63 UU No. 11
tahun 1995 yang telah di rubah dan ditambah dengan UU No. 39 tahun 2007 tentang
Cukai jo. PP No. 55 tahun 1996 tentang Penyidikan Tindak Pidana di Bidang
Kepabeanan dan Cukai.
Pasal-pasal
dalam Undang-Undang tersebut menegaskan bahwa aparatur penegak hukum yang
berwenang melakukan penyidikan adalah Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu
yang bertugas di bidang Bea dan Cukai, hal ini selaras dengan asas Lex
Specialis Derogate Legi Generali. Surat Jaksa Agung Republik Indonesia kepada
Kepala Kejaksaan Tinggi di seluruh Indonesia Nomor B-003/A/Ft.2/01/2009 tanggal
14 Januari 2009 perihal Pengendalian & Percepatan tuntutan perkara tindak
pidana kepabeanan dan cukai butir 3 disebutkan bahwa “Selanjutnya apabila
menerima Berkas Perkara Tindak Pidana Kepabeanan dan Cukai selain penyidik
instansi tersebut diatas “agar ditolak” hal ini perlu diingatkan sebagai
antisipatif jangan sampai terulang penyidikan yang keliru yang dilakukan oleh
Penyidik Polri terhadap kasus Drs. M Nurdin Khalid dimana Pengadilan menolak
Berkas Perkara karena menganggap Pejabat yang menyidik tidak berwenang.
No comments:
Post a Comment